Rapat Desa Bukan Sekadar Hadir—Ini 5 Alasan Kenapa Kita Justru Dapat 'Bayaran' Tak Terlihat!

Rapat Desa Bukan Sekadar Hadir—Ini 5 Alasan Kenapa Kita Justru Dapat 'Bayaran' Tak Terlihat!

Hai, sesama pejalan desa!

Kalau kamu seorang Pendamping Desa atau Tenaga Ahli Pegiat Desa (TAPD), pasti nggak asing lagi dengan jadwal rapat yang padat di berbagai gampong. Kadang hujan deras pun tetap jalan, kadang jarak jauh tapi tetap diusahakan hadir. Banyak yang bilang, “Ya udah, tugas aja.” Tapi tahukah kamu? Di balik kehadiranmu itu, sebenarnya ada ‘bayaran’ tak kasat mata yang jauh lebih berharga dari sekadar honor harian.

Mari kita kupas pelan-pelan—kenapa hadir di rapat desa itu investasi emosional, sosial, bahkan kesehatan yang sering kita lewatkan.

Suasana rapat desa yang hangat

1. Dihargai = Diberi Energi Positif

Saat masuk ke balai desa atau meunasah, sering kita disambut dengan senyum tulus, ucapan terima kasih, bahkan doa selamat dari para tetua atau perangkat desa. Itu bukan basa-basi. Itu bentuk pengakuan bahwa kehadiranmu bermakna.

Perasaan dihargai seperti ini langsung “nyala” di otak—dan tubuh pun merespons dengan melepas hormon bahagia: endorfin dan enkafalin. Ya, benar! Rapat desa bisa bikin bahagia secara biologis! 😊

2. Solusi Langsung, Respons Langsung

Ada isu penting lagi di desa? Dana desa terhambat? Warga bingung soal BLT? Di rapat, kamu bisa langsung memberikan klarifikasi, masukan, atau arahan—tanpa menunggu surat menyurat atau grup WhatsApp yang penuh noise.

Ketika warga merespons dengan lega atau senyum lega, itu adalah feedback terbaik yang nggak bisa diukur dengan angka. Dan lagi-lagi: tubuh kita merayakannya dengan hormon kebahagiaan!

Diskusi langsung dengan warga desa

3. Jejaring Sosial yang Autentik

Semakin sering hadir, semakin akrab kamu dengan kepala desa, tokoh masyarakat, ibu-ibu PKK, pemuda karang taruna, bahkan anak-anak yang selalu menyapa dari kejauhan. Hubungan ini bukan cuma memperlancar kerja teknis, tapi juga membangun modal sosial yang sangat berharga dalam pendampingan jangka panjang.

4. Belajar dari Sekolah Kehidupan yang Nyata

Desa adalah laboratorium sosial terbaik. Di setiap rapat, kamu bisa belajar soal kearifan lokal, cara masyarakat menyelesaikan konflik, atau bagaimana mereka mengelola sumber daya dengan cara yang unik.

Ini ilmu yang nggak diajarkan di bangku kuliah—dan justru jadi bekal utama buat jadi pendamping yang berpihak dan relevan.

5. Empati yang Terus Diasah

Mendengarkan keluhan ibu-ibu soal air bersih, melihat bapak-bapak yang bingung isi SIPADES, atau menyaksikan semangat pemuda desa membangun UMKM—itu semua melatih hati, bukan cuma logika.

Kamu jadi lebih peka, lebih sabar, dan lebih manusiawi. Dan di tengah hiruk-pikuk birokrasi, empati adalah mata uang paling langka dan berharga.

Bersama warga desa – kebersamaan yang penuh makna

Penutup: Jadi, rapat desa bukan cuma soal absen atau laporan kegiatan. Ia adalah ruang di mana kita hadir sebagai manusia—bukan sekadar jabatan. Dan di ruang itu, kita sering kali mendapat lebih dari yang kita beri: rasa dihargai, koneksi tulus, kebahagiaan alami, dan makna kerja yang nyata.

Untuk sesama pejuang desa:
Teruslah hadir. Karena kehadiranmu adalah bagian dari perubahan—bahkan saat kamu tidak menyadarinya.

Salam hangat dari sesama pegiat desa! 🌾

Kalau kamu suka tulisan ini, boleh banget dibagikan ke grup WA sesama pendamping atau dijadikan inspirasi buat refleksi mingguan. Kita butuh saling menguatkan—karena desa butuh kita, dan kita juga butuh desa. πŸ’š

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diskusi Pembenahan Kepengurusan BUMG Geuceu Kayee Jato

Rapat Koordinasi Percepatan Penyusunan RAPBG-P dan Perencanaan Pembangunan Gampong Tahun 2026

MUSDESSUS PERDANA DUKUNGAN GAMPONG DALAM USAHA KDMPS GEUCEU KOMPLEK